Museum – Kelahiran

Posted by Odhink De Lavega | Umum | Tuesday 4 October 2011 3:52 am

SIKLUS HIDUP MASYARAKAT JAWA

Pada bagian terdahulu telah dikemukakan mengenai siklus hidup masyarakat Jawa pada upacara-upacara kehamilan, yaitu upacara mitoni. Berikut ini akan diulas lagi tentang upacara-upacara yang diselenggarakan pada masa kelahiran anak. Upacara yang diselenggarakan dalam masa kelahiran anak yaitu upacara mendhem ari-ari, upacara brokohan, upacara puputan atau dhautan, upacara sepasaran, dan upacara selapanan.

Upacara Mendhem Ari-ari

Ari-ari atau plasenta disebut juga dengan aruman atau embing-embing atau mbingmbing. Bagi orang Jawa, ada kepercayaan bahwa ari-ari merupakan saudara bayi tersebut oleh karena itu ari-ari dirawat dan dijaga sebaik mungkin, misalnya di tempat penanaman ari-ari tersebut diletakkan lampu sebagai penerangan. Artinya, lampu tersebut merupakan simbol pepadhang bagi bayi. Pemagaran di sekitar tempat penanaman ari-ari dan menutup bagian atas pagar juga dilakukan agar tidak kehujanan dan binatang (seperti katak) tidak masuk ke tempat itu.

Tata Cara/Adat

Ari-ari setelah dicuci bersih dimasukkan ke dalam periuk yang terbuat dari tanah (kendhil). Di beberapa tempat, periuk dari tanah ini dapat diganti dengan tempurung kelapa dan tabonan kelapa. Sebelumnya kendhil diberi alas daun senthe yang di atasnya diletakkan beberapa barang yang merupakan syarat. Syarat yang dimaksud di beberapa daerah berlainan jenisnya, yaitu:

  1. kembang boreh, lenga wangi, kunir bekas alas untuk memotong usus, welat (pisau yang terbuat dari potongan bambu tipis) yang dipakai untuk memotong usus, garam, jarum, benang, gereh pethek, gantal dua kenyoh, kemiri gepak jendhul, tulisan huruf Jawa (ha na ca ra ka, …), tulisan huruf Arab, tulisan huruf latin (a, b, c, …), dan uang sagobang;
  2. biji kemiri gepak jendhul, jarum, gereh, beras merah, kunyit, garam, dan kertas tulisan Arab;
  3. pensil, buku, kertas tulisan Arab, tulisan Jawa, dan tulisan latin. Selain itu, bagi bayi perempuan ke dalam kendhil dimasukkan juga empon-empon seperti temu ireng, kunir, dlingo bengle, bawang merah, bawang putih, benang, dan jarum. Bagi bayi laki-laki, dimasukkan juga uang logam Rp 100,00.

Setelah beberapa syarat itu dimasukkan disusul kemudian dengan ari-ari, kendhil ditutup dengan lemper yang masih baru lalu dibungkus dengan kain mori yang juga masih baru.

Pelaku atau orang yang menanam ari-ari haruslah ayah kandung si bayi dengan mengenakan pakaian tradisi lengkap, yaitu: bebedan dan mengenakan blangkon. Kendhil berisi ari-ari digendhong dan dibawanya ke tempat penguburan dengan dipayungi. Timbunan tanah untuk mengubur ari-ari dipagari dan di atasnya ditaburi kembang setaman (bunga mawar, melati, dan kenanga). Di atasnya dipasang lampu yang dinyalakan setiap malam selama selapan (35 hari). Tempat penguburan ari-ari ini biasanya terletak di samping kanan pintu masuk.

Terdapat beberapa variasi cara merawat ari-ari. Meskipun berbeda cara, variasi-variasi tersebut pada dasarnya mempunyai esensi yang sama, yaitu merawat ari-ari yang dipercaya sebagai saudara kembar si bayi. Selain yang telah tersebut di atas, yaitu dikubur, ari-ari dirawat dengan langsung dilabuh di sungai. Variasi yang lain adalah ari-ari digantung di luar rumah. Bila anak sudah besar, ari-ari itu dilabuh sendiri oleh anak tersebut.

Upacara Brokohan

Upacara brokohan merupakan upacara yang diselenggarakan oleh masyarakat Jawa untuk menyambut hadirnya warga baru dalam keluarga, yaitu si bayi sebagai ungkapan rasa syukur. Seluruh upacara kelahiran ini bertujuan agar sejak saat kelahiran sampai pertumbuhan masa bayi selalu mendapat karunia keselamatan dan perlindungan dari Tuhan. Unsur kata brokohan berasal dari kata bahasa Arab barokah yang mengandung makna: mengharapkan berkah.

Upacara brokohan diselenggarakan pada bruise hari setelah kelahiran anak dengan mengadakan selamatan atau kenduri yang dihadiri oleh dukun perempuan (dukun beranak), para kerabat, dan ibu-ibu tetangga terdekat. Setelah kenduri selesai, para hadirin segera membawa pulang sesajian yang telah didoakan. Biasanya sesajian sudah dikemas dalam besek, yaitu suatu wadah yang terbuat dari sayatan bambu.

Sesajian yang dipersiapkan pada upacara brokohan, antara lain: minuman dhawet, jangan menir, sekul ambeng: nasi dicampur lauk pauk jeroan, pecel dicampur lauk ayam matang, telur mentah, kembang setaman, kelapa, dan beras. Makanan yang telah matang tersebut dapat juga diganti dengan bahan makan yang belum diolah, misalnya bawang merah, bawang putih, lombok merah, lombok hijau, lombok rawit, gula jawa, sebungkusteh, sebungkus gula pasir, tempe mentah, garam, beras, minyak goreng, telur mentah, sepotong kelapa, dan penyedap rasa atau sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Upacara Puputan atau Dhautan

Dhautan atau puputan berasal dari kata dhaut atau puput yang berarti lepas. Upacara puputan atau sering disebut juga dengan dhautan diselenggarakan pada bruise hari untuk menandai putusnya tali pusar bayi dengan mengadakan kenduri selamatan. Kenduri selamatan sebagai ungkapan rasa syukur dipimpin oleh kaum dengan dihadiri oleh para kerabat dan bapak-bapak tetangga terdekat. Sesajian yang perlu dipersiapkan pada upacara puputan ialah sega gudangan: nasi dengan lauk pauk sayur mayur dan parutan kelapa, jenang abang, jenang putih, dan jajan pasar.

Waktu penyelenggaraan upacara puputan tidak dapat ditentukan secara pasti karena putusnya tali pusar masing-masing bayi tidak sama. Adakalanya tali pusar lepas setelah bayi berumur satu minggu, adakalanya kurang dari satu minggu.

Upacara puputan ini ditandai antara lain dengan dipasangnya sawuran, yaitu bawang merah, dlingo, bengle yang dimasukkan ke dalam ketupat, dan aneka macam duri kemarung di sudut-sudut kamar bayi. Selain itu dipasang juga daun nanas dipoles warna hitam putih, dedaunan apa-apa, awar-awar, dan girang, dan duri kemarung. Di halaman rumah ditegakkan tumbak sewu. Di tempat tidur bayi diletakkan benda-benda tajam seperti pisau, gunting.

Bayi perempuan setelah tali pusarnya lepas, pusarnya ditutupi dengan biji ketumbar sedangkan laki-laki ditutupi dengan biji merica dengan dilekati obat tradisional Jawa berupa ramuan benangsari bunga nagasari, dan lain-lain yang ditumbuk sampai halus. Tali pusar yang barusaja putus dibungkus dengan kain banguntulak untul bantal si bayi sampai bayi berumur selapan

Upacara Sepasaran

.Upacara sepasaran merupakan suatu upacara yang menandai bahwa bayi telah berumur sepasar (lima hari). Sepasar merupakan satu rangkaian hari Jawa, yaitu Pon, Wage, Kliwon, Legi, Paing. Upacara sepasaran biasanya diselenggarakan secara sederhana. Upacara sepasaran dilakukan pada bruise hari dengan melakukan kenduri yang disaksikan oleh keluarga dan tetangga terdekat. Kenduri atau sesajian selamatan kemudian dibawa pulang oleh yang menyaksikannya.

Namun bagi golongan masyarakat tertentu, sepasaran justru merupakan upacara pale meriah yang diselenggarakan oleh keluarga untuk menyambut hadirnya bayi di tengah keluarganya seklaigus pemberian nama bagi si bayi. Kemeriahan ini tergantung pada kemampuan masing-masing keluarga untuk menyelenggarakan pesta.

Upacara Selapanan

Upacara sepasaran merupakan suatu upacara yang menandai bahwa bayi telah berumur selapan (tiga puluh lima hari). Hitungan selapan itulah yang menandai bahwa hari itulah hari weton si bayi. Upacara selapanan pada kalangan masyarakat tertentu bersamaan dengan pemberian nama bagi si bayi. Tempat penyelenggaraan upacara selapanan biasanya di pendapa atau di ruang samping rumah atau di suatu ruang yang cukup luas untuk menyelenggarakan upacara.

Upacara selapanan didahului dengan upacara parasan. Parasan berasal dari kata paras yang berarti cukur. Parasan dilakukan pertama kali oleh ayah si bayi kemudian para sesepuh. Setelah rambut tercukur bersih, dilakukan pengguntingan kuku. Selama pencukuran rambut dan pemotongan kuku, dhukun mengucapkan mantra-mantra penolak bala dan membakar kemenyan. Cukuran rambut dan guntingan kuku dimasukkan ke dalam kendhil baru kemudian dibungkus dengan kain putih (mori), lalu dikubur di tempat penguburan ari-ari.

Upacara mencukur rambut dan menggunting kuku si bayi pada hakekatnya adalah perbuatan protocol yaitu semacam kurban menurut konsepsi kepercayaan lama dalam bentuk mutilasi tubuh.

Setelah pencukuran rambut dan pemotongan kuku selesai, diucapkanlah ujub disusul dengan doa keselamatan bagi si bayi dan keluarga. Sebagian sesajian selamatan dibawa pulang oleh kerabat dan tetangga yang hadir. Dengan demikian, selesailah sudah upacara selapanan.

Dalam melaksanakan upacara kelahiran, masyarakat Jawa percaya bahwa keseluruhan unsur dalam upacara tersebut mempunyai makna atau lambang tersirat. Makna atau lambang yang tersirat dalam upacara-upacara masa kelahiran dalam masyarakat Jawa, ialah:

  • Duri dan daun-daunan berduri dipasang di penjuru rumah, maknanya ialah menolak gangguan bencana gaib.
  • Tumbak sewu, yaitu sapu lidi yang diberi bawang dan cabe, diletakkan di dekat tempat tidur bayi. Tumbak sewu ini bermakna untuk menolak makhluk gaib yang datang, yang mungkin akan mengganggu keselamatan si bayi. Dengan adanya tumbak sewu ini makhluk gaib tidak akan berani mendekati si bayi.
  • Coreng-coreng hitam putih pada ambang pintu untuk menolak pengaruh jahat yang akan masuk melalui pintu.
  • Kertas bertuliskan huruf Arab, latin, dan Jawa mengandung makna agar bayi kelak mahir membaca ayat suci, memilki kepribadian Jawa, menguasai berbagai pengetahuan. Syarat yang berupa benang dan jarum bagi bayi perempuan, diharapkan agar si bayi tumbuh menjadi perempuan yang tahu tanggungjawabnya kelak sebagai ibu/istri. Syarat yang berupa uang bagi bayi laki-laki, diharapkan agar si bayi kelak dapat mencari nafkah bagi keluarganya.
  • Payung mengandung makna agar si bayi kelak menjadi orang luhur. Kain mori putih agar si bayi kelak berhati jujur. Kuali yang dipasang terbalik (kuali bolong) melambangkan dunia. Pelita melambangkan sinar yang menerangi kegelapan.
  • Air dan kembang setaman mengandung makna kesucian.
  • Kaca/cermin (pangilon) mengandung makna magis yang mampu mengusir kedatangan makhluk halus jahat.
  • Dedaunan apa-apa, awar-awar, dan girang maknanya mengandung harapan agar kelahiran tidak mengalami sesuatu gangguan (apa-apa), semua kekuatan jahat menjadi tawar (awar-awar), dan seluruh keluarga bergembira (girang). Duri (ri) kemarung dianggap memiliki kekuatan magi alam yang mampu mencelakakan setiap makhluk halus yang mencoba datang untuk maksud jahat.
  • Daun nanas yang diolesi hitam putih menyerupai ular welang mengandung makna magis yang mampu menakut-nakuti makhluk halus jahat yang hendak memasuki kamar bayi.
  • Telur mentah melambangkan kekuatan.
  • Kelapa melambangkan ketahanan fisik.
  • Ingkung melambangkan embrio.
  • Jajan pasar melambangkan kekayaan.
  • Pisang raja melambangkan budi luhur atau derajat mulia.
  • Gula jawa melambangkan kemanisan hidup.
  • Sega gudangan melambangkan kesegaran jasmani rohani.
  • Dawet melambangkan kelancaran usaha hidup